Kamis, 17 November 2011

LAPORAN HIDROPONIK


KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat Nya penulis dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya.
Adapun judul laporan ini adalah “Hidroponik”.yaitu sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikal test di Laboraturium Fisiologi Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof.Dr. Ir. J. A. Napitupulu, Msc, Ir.Meiriani, MP, Ir. Ratna Rosanty Lahay, MP, dan Ir. Lisa Mawarni, MP, selaku dosen mata kuliah Fisiologi Tumbuhan serta abang dan kakak asisten Fisiologi Tumbuhan yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa pembuatan laporan ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun.
Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih dan semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, November 2010
Penulis
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di Indonesia, bercocok tanam secara hidroponik masih termasuk baru. Bisa diperkirakan mulainya baru sekitar akhir tahun 80-an. Sebagai tekologi baru, ketika itu peminatnya masih sedikit sekali karena selain membutuhkan biaya besar informasi tentang hidroponik belum menyebar di khalayak ramai. Itu sebabnya mencari orang-orang yang telah mencoba teknologi ini masih sulit, meski sudah ada satu atau dua yang mencoba (Lingga, 1991).
Hidroponok berasal dari kata hydroponick, bahasa Yunani. Kata tersebut marupakan gabungan dari dua kata, yaitu hydro artinya air dan ponos yang artinya bekerja. Jadi, hidroponik artinya pengerjaan air atau bekerja dengan air. Dalam hidroponik ini tidak digunakan tanah, hanya dibutuhkan air yang ditambah nutrien sebagai sumber makanan bagi tanaman (Prihmantoro dan Indriani, 1999).
Bertanam secara hidroponik telah dikenal dari 100 tahun yang lalu. Namun, kepopulerannya baru berlangsung sejak tahun 1936, saat Dr. W. F. Gericke berhasil menumbuhkan tanaman tomat dalam kolam berisi air dan nutrien di laboratoriumnya. Hasil percobaan ini membuktikan bahwa sebenarnya yang dibutuhkan tanaman bukanlah tanah, tetapi nutrien yang dilarutkan dalam air (Prihmantoro dan Indriani, 2000).
Hidroponik merupakan pertanian masa depan sebab hidroponik dapat diusahakan di berbagai tempat, atau di atas apartemen sekalipun. Hidroponik dapat diusahakan sepanjang tahun tanpa mengenal musim. Oleh karena itu, harga jual panennya tidak khawatir akan jatuh. Pemeliharaan tanaman hidroponik pun lebih mudah karena tempat budidayanya relatif bersih, media tanamanya steril, dan tanaman terlindung dari terpaan hujan (Hartus, 2002).
Hidroponik NFT (sayur-sayuran) pertama kali muncul di Inggris pada tahun 1970. Kini NFT berkembang di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Namun, penggunaannya maih terbatas karena informasinya belum tersebar luas. Selain itu, biaya yang relatif mahal juga menjadi salah satu kendala pengembangannya. Di dunia, NFT paling banyak diterapkan di Australia (Untung, 2000).
Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari laporan ini adalah untuk mengetahui pola pertumbuhan tanaman aglonema (Aglaonema sp.) secara hidroponik.
Kegunaan Percoban
- Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikal test di Laboratorium
Fisiologi Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
- Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan
TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman
Sistematika Aglonema sp. Menurut Steeenis (2005) dalam bukunya yang berjudul flora yaitu:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Alismatales
Famili : Araceae
Genus : Aglaonema
Spesies : Aglaonema sp.
Aglaonema memiliki akar serabut yang berfungsi sebagai pencari pakan di dalam tanah dan menpang tanaman. Akar aglaonema berwarna putih dan gemuk (berair) jika tanaman dalam kondisi sehat. Namun, jika dalam keadaan sedikit, akar tanaman akan berwarna cokelat dan kurus (Subono dan Andoko, 1998).
Batang aglaonema berbuku-buku dan tidak berkayu dan batangnya pun cenderung berair. Batangnya berwarna hijau, putih, ataupun merah. Ukurannya relatif pendek dan kecil (http://unytisflowers.com, 2010).
` Aglaonema memiliki daun yang bentuknya cukup variatif. Dari oval, oval tak beraturan, oval dengan ujung lancip sampai lanset meskipun relatif tipis, daun aglaonema memiliki tekstur yang kaku (Subono dan Andoko, 1998).
Bunga aglaonema memiliki penampilan yang kurang menarik dibandingkan dengan bunga-bunga tanaman lain yang berfungsi menarik serangga datang membantu penyerbukan. Bunga tersebut hanya berupa tangkai memanjang, seperti tongkol jagung yang ramping berwarna putih kekuningan. Serbuk sari atau bunga jantan terletak di bagian atas, sedangkan putik atau bunga betina terletak di bagian bawah dekat pangkal (Hasim, 1995).
Buahnya berukuran diameter 1 cm. Buahnya akan muncul pada pangkal dengan bentuk tonjolan-tonjolan kecil. Sepintas buah aglaonema ini mirip dengan buah kopi. Buahnya akan matang setelah mencapai umur 8 bulan (http://prosmayanti.com, 2010).
Biji aglaonema keluar setelah buah matang dan berwarna merah, daging buah dikupas dan didapat biji berwarna cokelat yang siap disemaikan menjadi tanaman baru (Subono dan Andoko, 1998).
Syarat Tumbuh
Iklim
Sifat-sifat aglaonema yaitu peka terhadap sinar matahari, cenderung menyukai air, menyukai tempat yang lembab, juga pertumbuhannya lambat. Aglaonema membuuhkan lingkungan yang optimal, yaitu lingkungan yang memiliki suhu 20-24 C dengan penyinaran yang sedikit dan kelembaban yang tinggi (Subono dan Andoko, 1998).
Tanaman aglaonema dapat tumbuh dengan baik ditempat yang terlindung namun tetap perlu terkena sinar matahari, walaupun tidak terlalu banyak. Jika lokasi penanaman berada di dataran sedang, sebaiknya digunakan shading net 75% agar cahaya masuk hanya 25%. Sementara itu di dataran rendah sebaiknya menggunaka shading net 80-85% agar cahaya yang masuk hanya 20-25% (http://prosmayanti.com, 2010).
Berdasarkan sifatnya yang menyukai tempat yang relatif teduh sebaiknya aglaonema di tanam di tempat-tempat yang terlindungi. Aglaonema juga membutuhkan sinar matahari tapi hanya secukupnya. Oleh karena itu ia disebut tanaman indoor (Subono dan Andoko, 1998).
Tanah
Agar sesuai dengan kondisi habitat aslinya, media tanam aglaonema harus dibuat kaya unsur hara dan bersifat porous. Dengan pertimbangan seperi itu beberapa pakar tanaman hias tidak merekomendasikan tanah sebagai salah satu unsur penyusun media tanam. Tanah bersifat mengikat air, sehingga mengurangi sifat porous media tanam (Subono dan Andoko, 1998).
Untuk memiliki tanaman aglaonema yang tumbuh sehat dan baik diantaranya adalah dengan menggunakan media dengan komposisi yang baik. Media tanam untuk aglaonema akhirnya hanya tersusun dari bahan-bahan yang rngan tetapi kaya unsur hara. Campuran yang paling banyak digunakan adalah cocopeat dan arang sekam dengan perbandingan sama (http://tanamanhidroponik.com, 2010).
Umumnya derajat keasaman suatu larutan pupuk berada pada kisaran pH 5,5-6,5 atau bersifat asam. Pada kisaran tersebut daya larut unsur-unsur hara makro dan mikro sangatlah baik. Bila angkanya berada di bawah pH tersebut maka daya larut unsur hara tersebut tidal sempurna lagi. Akibatnya tanaman akan menampakkan gejala defisiensi unsur hara tertentu (Sutioso, 2003).

Hidroponik
Prinsip dasar hidroponik dapat diterapkan dalam berbagai cara, lewat pemahaman dasar-dasar hidroponik, maka setiap peminat dapat memilih caranya atau menciptakan bentuk baru yang sesuai dengan keinginannya. Dengan demikian metode hidroponik dapat disesuaikan dengan kondisi keuangan dan ruang yang tersedia. Jadi tidak perlu harus terpaku dengan satu cara atau meniru cara atau bentuk hidroponik yang sudah ada (Lingga, 1991).
Sistem hidroponik NFT jauh berbeda dengan hidroponik substrat. Pada hidroponik substrat, tanaman ditumbuhkan di media non tanah, seperti arang sekam, zeolit, batu kerikil. Pada medi inilah akar berkembang. Sementara pada hidroponik NFT, akar tanaman terendam dala air yang mengandung pupuk. Air bersikulasi selama 24 jam terus-menerus. Lapisan air sangat tipis, sekitar 3 mm sehingga mirip film. Oleh karena itu teknik ini disebut NFT (Untung, 2000).
Beberapa kelebihan tanaman dengan sistem hidroponi antara lain: 1) ramah lingkungan, 2) tanaman ini tidak merusak tanah, 3) bisa memeriksa akar tanman secara periodik, 4) pemakaian air lebih efisien, 5) hasil tanaman bisa dimakan secara keseluruhan, 6) lebih hemat, 7) pertumbuhan tanamn lebih cepat. 8) bisa menghemat pemakain pupuk, 9) tidak perlu banyak tenaga kerja, 10) lingkungan kerja lebih bersih, 11) tidak ada masalah hama dan penyakit tanaman (http://sumansutra.wordpress.com, 2010).
Media tanam hidroponik harus memenuhi persyartan sebagai berikut, yaitu: dapat menyerap air, tidak mengubah warna, tidak mudah tidak mempengaruhi Ph air, tidak mudah lapuk dan membusuk. Media tanam kultur hidroponik dapat dibagi menjadi dua, yaitu media tanam anorganik dan organik. Media tanam anorganik contohnya batu apung yang berasal dari larva gunung berapi sifatnya ringan, sukar lapuk dan tidak mempengaruhi Ph. (Verma, 2002).
Cara pemberian pupuk yang umum dilakukan adalah dengan menabur ke tanah atau menyemprotkan ke daun. Akan tetapi, pada hidroponik pupuk diberikan dalam bentuk larutan dan lebih dikenal dengan istilah nutrien. Kandugan unsur hara yang dibutuhkan untuk tanaman hidroponik tidak berbeda dengan tanamn di media tanah (Palungkun, dkk, 1999).
Beberapa hal yang dapat menyebabkan hidroponik gagal dan kurang subur adalah tanamannya belum mengalami adaptasi, terjadi kesalahan dalam melakukan hidroponiknya. Contohnya batu apungnya kurang bersih atau kurang steril dari garam-garam mineral dan pasir (Kaufman, dkk, 1983).
Batu apung putih mempunyai kelebihan yang sama dengan batu apung merah dan masih ada keuntungan lain yaitu madia ini tahan lama dan dapat ditempatkan dimana saja, memiliki ruang pori yang besar sehingga mampu menyimpan cadangan air, selain itu ruang pori yang besar bisa sebagai tempat melekatnya akar (Prihmantoro dan Indriani, 1999).
Bayfolan
Pengertian dari bayfolan adalah pupuk cair yang berbentuk cair yang lengkap sebagai bahan makanan serta follar dan akar, cocok untuk semua jenis tanaman agrikultural dan hortikultural serta tanaman-tanaman hias dan tanaman rumah (http://eapindo.com, 2010).
Bayfolan merupakan pupuk daun lengkap, berbentuk cair, produksi Bayer. Kandungan kadar N 11%, P2O5 10 %, K2O 6 % dan unsure – unsure hara mikro lainnya yang melengkapi yaitu Fe, Mn, Cu, Zn, Co, No. Gelatin serta zat penyangga. Warna cairannya hijau agak kehitam – hitaman. Dianjurkan sebagai konsentrasi normal 0,2 % 200 cc. Bayfolan dilarutkan dalam air / pelarut sebanyak 100 liter. Bayfolan merupakan pupuk cair sebagai bahan makanan secara foliar (daun) dan akar
(Sutejo, 1995).
Bayfolan merupakan campuran makro dan mikro, seperti pupuk Rastika. Sering juga ke dalam campuran makro dan mikro ini ditambahkan zat pengatur tumbuh. Kandungan hara baypfolan antara lain P O , K O, Fe, Mn, Cu, Zn, Na, geltin, zat penyangga, dan sebagainya. Dianjurkan sebagai konsentrasi normal 0,2 % untuk 200 cc bayfolan dilarutkan dalam 0,5 pelarut sebanyak 100 L (Soesono, 1991).
Pupuk daun bayfolan ini juga mengandung antibiotik atau pemusnah kuman serta vitamin yang berfungsi untuk menegatifkan sel-sel yang rusak atau sel-sel yang mati, mendorong pertumbuhan sel-sel baru, merangsang pertumbuhan batang, daun agar lebih menghijau serta agar bunga lebih meningkat (Atjung, 2007).

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggia tempat + 25 meter dari permukaan laut pada tanggal 3 September 2010 pukul 07.30 WIB sampai dengan selesai .
Bahan dan Alat
Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah aglaonema (Aglaonema sp.) sebagai objek percobaan, batu apung sebagai media tanam, bayfolan sebagai pupuk cair yang akan disemprot ke tanaman, label nama sebagai penanda, air sebagai media tanam.
Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini ember sebagai media tanam aglonema, gabus sebagai penyerap air, lidi sebagai media gabus, alat tulis sebagai pencatat data, tipe-x sebagai penanda, pisau dan gunting sebagai alat pemotong, pipa paralon sebagai saluran air, dan penggaris sebagai alat ukur.
Prosedur Percobaan
- Disterilkan batu apung dengan cara direbus dalam air panas selama lebih
kurang 30 menit.
- Disterilkan akar tanaman dari kotoran dan bagian akar yang sudah mati.
- Dimasukkan batu apung lebih kurang bagian ember dan dimasukkan pipa
paralon tegak di tengah pot.
- Dimasukkan tanaman aglaonema dan diisi batu apung lagi hingga tertutup akar
tanamannya.
- Dimasukkan akar gabus yang telah di tusuk lidi pada pipa paralon yang ada di
dalam pot untuk mengetahui ketinggian air.
- Diberi pupuk bayolan setelah seminggu.
- Diamati tanaman pada tiap minggunya.
Hasil
Komoditi : Tanaman Aglaonema (Aglaonema sp.)
No. Tanggal pengamatan Jumlah daun Observasi visual
1 3 september 2010 8 - Terdapat 1 daun yang sedikit layu
- Terdapat 4 tunas dan 7 daun segar
2 10 september 2010 8 - Terdapat 2 daun layu
- Tumbuh 2 tunas
- Terdapat 6 daun segar
3 17 september 2010 7 - Terdapat 6 daun segarTerdapat 1 daunterdapat 6 daun segar mati
- Tumbuh 1 tunas
- Terdapat 7 daun segar
4 24 september 2010 7 - Terdapat 1 daun mati
- Tumbuh 1 daun baru
- Terdapat 6 daun segar
5 1 oktober 2010 6 - Terdapat 1 daun gugur
- Tumbuh 4 tunas
- Terdapat 6 daun segar
6 9 oktober 2010 6 - Terdapat 1 daun gugur
- Terdapat 2 daun baru tumbuh
- Terdapat 4 daun segar
- Tumbuh 3 tunas
7 15 oktober 2010 6 - Terdapat 6 daun segar
- 1 daun gugur
- Tumbuh 4 tunas
8 22 oktober 2010 6 - Terdapat 6 daun segar
9 4 november 2010 6 - Terdapat 6 daun segar
10 8 november 2010 6 - Tumbuh 1 tunas
Pembahasan

Dari percobaan selama lebih 2 bulan didapat bahwa tanaman hidroponik Aglaonema tumbuh dengan baik namun pertumbuhannnya sangat lambat. Hal ini sesuai dengan literatur Subono dan Agus (2005) yang menyatakan bahwa sifat-sifat aglaonema yaitu peka terhadap sinar matahari, cenderung menyukai air, menyukai tempat yang lembab, juga pertumbuhannya lambat.

Dari hasil percobaan selama lebih kurang 2 bulan didapat hasil bahwa tanaman hidroponik tumbuh dengan baik. Pada tanaman aglaonema daun yang ada selalu segar ddan tunas yang ada selalu segar. Hanya saja ada beberapa daun yang berguguran sehingga jumlah daun pada saat awal penanaman berbeda dengan data pengamatan terakhir. Jumlah daun pada saat awal penanaman berjumlah 8 daun dan pada pengamatan terakhir berjumlah 6 daun. Tanaman hidroponik aglaonema diletakkan didalam ruangan yang kurang mendapatkan sinar matahari. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan berkurangnya daun setiap minggu. Tanaman aglaonema dapat tumbuh dengan baik di tempat yang terlindung namun tetap perlu terkena sinar matahari. Hal ini sesuai dengan literatur dari situs http://prosmayanti.com(2010) yang menyatakan behwa tanaman Aglaonema sp dapat tumbuh dengan baik di tempat yang terlindung namun tetap perlu terkena sinar matahari.

Dari hasil percobaan diketahui bahwa banyak keuntungan menggunakan sistem hidroponik antara lain dapat menghemat tempat sesuai untuk di tanam di tempat terbatas , lebih bersih daripada cara bertanam lainnya. Pemakaian pupuk lebih terkontrol, gulma tidak ada dan hama dan penyakit lebih sedikit. Hal ini sesuai dengan literatur dari situs http://sumansutra.wordpress.com (2010) yang menyatakan bahwa beberapa kelebihan tanaman dengan sistem hidroponik antara lain :1) ramah lingkungan, 2) tanaman ini tidak merusak tanah, 3) bisa memeriksa akar tanaman secara periodik, 4) pemakaian air lebih efisien, 5) hasil tanaman bisa dimakan keseluruhan, 6) lebih hemat, 7) pertumbuhan tanaman lebih cepat, 8) bisa menghemat pemakian pupuk, 9) tidak perlu banyak tenaga kerja, 10) lingkungan kerja lebih bersih, 11)tidak ada masalah hama dan penyakit tanaman.

Dari data percobaan didapat bahwa pemberian unsur-unsur hara dengan menggunakan pupuk cair bayfolan dengan disemprotkan atau diberikan ke air agar terserpa oleh akar. Hal ini sesuai dengan literatur http://eapindo.com (2010) yang menyatakan bahwa bayfolan merupakan pupuk cair sebagai bahan makanan secara follar (daun) dan akar.

`Dari hasil percobaan diketahui jumlah daun pada minggu pertama 6, minggu kedua 8 daun, danminggu terakhir 6 minggu. Tanaman menggunakann media tanam batu apung. Batu apung memiliki banyak kelebihan yaitu memiliki ruang pori yang besar sehingga mampu menyimpan cadangan air, selain itu ruang pori yang besar bisa sebagai tempat melekatnya akar. Hal ini sesuai dengan literatur Prihmantoro (1991) yang menyatakan bahwa batu apung mempunyai beberapa kelebihan yaitu media ini tahan lama, dan daun dapat ditempatkan dimana saja.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Pada pengamatan minggu kedua daun masih terlihat segar tetapi ada dua daun yang layu dan tumbuh 2 tunas
2. Pada pengamatan minggu ketiga, terdapat 1 daun yang gugur, tumbuh satu tunas dan masih terdapat 6 daun segar, jumlah daun sudah berkurang dari 8 menjadi 7.
3. Pada pengmatan minggu kelima daun masih terlihat segar namun jumlahnya sudah berkurang dari, karena ada yang layu dan mati
4. Pada pengamatan minggu keenam dan ketujuh jumlah daunnya sama dan tetap yaitu enam, dimana pada minggu keenam terdapat 1 daun segar, 2 daun baru tumbuh, tumbuh 3 tunas, dan terdapat 4 daun segar sedangkan pada minggu ketujuh terdapat enam daun segar, 1 daun gugur dan tumbuh 4 tunnas.
5. Pada pengamatan terakhir tumbuh 6 daun segar dan tumbuh 1 tunas
Saran
Sebaiknya tanaman hidroponik harus rajin dirawat dengan cara pemberian pupuk bayfolan agar tanaman tidak mati dan sebaiknya digunakan batu apung yang benar-benar bersih.
DAFTAR PUSTAKA
Atjung. 2007. Tanaman Hias. CV yadaguna, Jakarta.
Hartus,T. 2002. Berkebun Hidroponik Secara Mudah. Penebar Swadaya, Jakarta.
Hasim,L. 1995. Aneka Permasalahan Tanaman Hias dan Perkecambahannya. Penebar Swadaya, Jakarta.
http://eapindo.com. 2009. Bayfolan. Diakses pada tanggal 1 september 2010.
http://prosmayanti.blogspot.com. 2010. Tanaman Aglaonema. Diakses pada tanggal 1 september 2010.
http://sumansutra.wordpress.com. 2010. Tanaman Hidroponik. Diakses pada tanggal 1 september 2010.
http://tanamanhidroponik.blogspot.com. 2010. Hidroponik. Diakses pada tanggal 1 september 2010.
http://unyitflowers.blogspot.com. 2010. Tanaman Hias. Diakses pada tanggal 1 september 2010.
Kaufman,P.B., T.L. Mellichamp, J.G. Lacy, dan J.D. Lacroix. 1983. Practical Botany. Reston Publishing Company,Virginia.
Lingga,P. 1999. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Penebar Swadaya, Jakarta.
Palungkun,R., Y.H., Indriani, dan Y.E. Widyaastuti.1999. Menghijaukan Ruangan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Prihmantoro,H. dan Y.H. Indriani. 2000. Hidroponik Sayuran Semusim. Penebar Swadaya, Jakarta.
Subono,M. dan A. Andoko. 1998. Meningkatkan kualitas Aglaonema. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Sutioso,Y. 2003. Meramu Pupuk Hidroponik. Penebar Swadaya, Jakarta.
Untung, O. 2000. Hidroponik Sayuran Sistem NFT. Penebar Swadaya, Jakarta.
Verma,S.K. 2002. Plant Physiology. S. Chand & Company LTD, Amerika.
Steenis,Dr.C.G.G.J. 2005. Flora. PT Pradnya pratama, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar