Kamis, 17 November 2011

LAPORAN HIDROPONIK


KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat Nya penulis dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya.
Adapun judul laporan ini adalah “Hidroponik”.yaitu sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikal test di Laboraturium Fisiologi Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof.Dr. Ir. J. A. Napitupulu, Msc, Ir.Meiriani, MP, Ir. Ratna Rosanty Lahay, MP, dan Ir. Lisa Mawarni, MP, selaku dosen mata kuliah Fisiologi Tumbuhan serta abang dan kakak asisten Fisiologi Tumbuhan yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa pembuatan laporan ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun.
Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih dan semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, November 2010
Penulis
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di Indonesia, bercocok tanam secara hidroponik masih termasuk baru. Bisa diperkirakan mulainya baru sekitar akhir tahun 80-an. Sebagai tekologi baru, ketika itu peminatnya masih sedikit sekali karena selain membutuhkan biaya besar informasi tentang hidroponik belum menyebar di khalayak ramai. Itu sebabnya mencari orang-orang yang telah mencoba teknologi ini masih sulit, meski sudah ada satu atau dua yang mencoba (Lingga, 1991).
Hidroponok berasal dari kata hydroponick, bahasa Yunani. Kata tersebut marupakan gabungan dari dua kata, yaitu hydro artinya air dan ponos yang artinya bekerja. Jadi, hidroponik artinya pengerjaan air atau bekerja dengan air. Dalam hidroponik ini tidak digunakan tanah, hanya dibutuhkan air yang ditambah nutrien sebagai sumber makanan bagi tanaman (Prihmantoro dan Indriani, 1999).
Bertanam secara hidroponik telah dikenal dari 100 tahun yang lalu. Namun, kepopulerannya baru berlangsung sejak tahun 1936, saat Dr. W. F. Gericke berhasil menumbuhkan tanaman tomat dalam kolam berisi air dan nutrien di laboratoriumnya. Hasil percobaan ini membuktikan bahwa sebenarnya yang dibutuhkan tanaman bukanlah tanah, tetapi nutrien yang dilarutkan dalam air (Prihmantoro dan Indriani, 2000).
Hidroponik merupakan pertanian masa depan sebab hidroponik dapat diusahakan di berbagai tempat, atau di atas apartemen sekalipun. Hidroponik dapat diusahakan sepanjang tahun tanpa mengenal musim. Oleh karena itu, harga jual panennya tidak khawatir akan jatuh. Pemeliharaan tanaman hidroponik pun lebih mudah karena tempat budidayanya relatif bersih, media tanamanya steril, dan tanaman terlindung dari terpaan hujan (Hartus, 2002).
Hidroponik NFT (sayur-sayuran) pertama kali muncul di Inggris pada tahun 1970. Kini NFT berkembang di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Namun, penggunaannya maih terbatas karena informasinya belum tersebar luas. Selain itu, biaya yang relatif mahal juga menjadi salah satu kendala pengembangannya. Di dunia, NFT paling banyak diterapkan di Australia (Untung, 2000).
Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari laporan ini adalah untuk mengetahui pola pertumbuhan tanaman aglonema (Aglaonema sp.) secara hidroponik.
Kegunaan Percoban
- Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikal test di Laboratorium
Fisiologi Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
- Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan
TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman
Sistematika Aglonema sp. Menurut Steeenis (2005) dalam bukunya yang berjudul flora yaitu:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Alismatales
Famili : Araceae
Genus : Aglaonema
Spesies : Aglaonema sp.
Aglaonema memiliki akar serabut yang berfungsi sebagai pencari pakan di dalam tanah dan menpang tanaman. Akar aglaonema berwarna putih dan gemuk (berair) jika tanaman dalam kondisi sehat. Namun, jika dalam keadaan sedikit, akar tanaman akan berwarna cokelat dan kurus (Subono dan Andoko, 1998).
Batang aglaonema berbuku-buku dan tidak berkayu dan batangnya pun cenderung berair. Batangnya berwarna hijau, putih, ataupun merah. Ukurannya relatif pendek dan kecil (http://unytisflowers.com, 2010).
` Aglaonema memiliki daun yang bentuknya cukup variatif. Dari oval, oval tak beraturan, oval dengan ujung lancip sampai lanset meskipun relatif tipis, daun aglaonema memiliki tekstur yang kaku (Subono dan Andoko, 1998).
Bunga aglaonema memiliki penampilan yang kurang menarik dibandingkan dengan bunga-bunga tanaman lain yang berfungsi menarik serangga datang membantu penyerbukan. Bunga tersebut hanya berupa tangkai memanjang, seperti tongkol jagung yang ramping berwarna putih kekuningan. Serbuk sari atau bunga jantan terletak di bagian atas, sedangkan putik atau bunga betina terletak di bagian bawah dekat pangkal (Hasim, 1995).
Buahnya berukuran diameter 1 cm. Buahnya akan muncul pada pangkal dengan bentuk tonjolan-tonjolan kecil. Sepintas buah aglaonema ini mirip dengan buah kopi. Buahnya akan matang setelah mencapai umur 8 bulan (http://prosmayanti.com, 2010).
Biji aglaonema keluar setelah buah matang dan berwarna merah, daging buah dikupas dan didapat biji berwarna cokelat yang siap disemaikan menjadi tanaman baru (Subono dan Andoko, 1998).
Syarat Tumbuh
Iklim
Sifat-sifat aglaonema yaitu peka terhadap sinar matahari, cenderung menyukai air, menyukai tempat yang lembab, juga pertumbuhannya lambat. Aglaonema membuuhkan lingkungan yang optimal, yaitu lingkungan yang memiliki suhu 20-24 C dengan penyinaran yang sedikit dan kelembaban yang tinggi (Subono dan Andoko, 1998).
Tanaman aglaonema dapat tumbuh dengan baik ditempat yang terlindung namun tetap perlu terkena sinar matahari, walaupun tidak terlalu banyak. Jika lokasi penanaman berada di dataran sedang, sebaiknya digunakan shading net 75% agar cahaya masuk hanya 25%. Sementara itu di dataran rendah sebaiknya menggunaka shading net 80-85% agar cahaya yang masuk hanya 20-25% (http://prosmayanti.com, 2010).
Berdasarkan sifatnya yang menyukai tempat yang relatif teduh sebaiknya aglaonema di tanam di tempat-tempat yang terlindungi. Aglaonema juga membutuhkan sinar matahari tapi hanya secukupnya. Oleh karena itu ia disebut tanaman indoor (Subono dan Andoko, 1998).
Tanah
Agar sesuai dengan kondisi habitat aslinya, media tanam aglaonema harus dibuat kaya unsur hara dan bersifat porous. Dengan pertimbangan seperi itu beberapa pakar tanaman hias tidak merekomendasikan tanah sebagai salah satu unsur penyusun media tanam. Tanah bersifat mengikat air, sehingga mengurangi sifat porous media tanam (Subono dan Andoko, 1998).
Untuk memiliki tanaman aglaonema yang tumbuh sehat dan baik diantaranya adalah dengan menggunakan media dengan komposisi yang baik. Media tanam untuk aglaonema akhirnya hanya tersusun dari bahan-bahan yang rngan tetapi kaya unsur hara. Campuran yang paling banyak digunakan adalah cocopeat dan arang sekam dengan perbandingan sama (http://tanamanhidroponik.com, 2010).
Umumnya derajat keasaman suatu larutan pupuk berada pada kisaran pH 5,5-6,5 atau bersifat asam. Pada kisaran tersebut daya larut unsur-unsur hara makro dan mikro sangatlah baik. Bila angkanya berada di bawah pH tersebut maka daya larut unsur hara tersebut tidal sempurna lagi. Akibatnya tanaman akan menampakkan gejala defisiensi unsur hara tertentu (Sutioso, 2003).

Hidroponik
Prinsip dasar hidroponik dapat diterapkan dalam berbagai cara, lewat pemahaman dasar-dasar hidroponik, maka setiap peminat dapat memilih caranya atau menciptakan bentuk baru yang sesuai dengan keinginannya. Dengan demikian metode hidroponik dapat disesuaikan dengan kondisi keuangan dan ruang yang tersedia. Jadi tidak perlu harus terpaku dengan satu cara atau meniru cara atau bentuk hidroponik yang sudah ada (Lingga, 1991).
Sistem hidroponik NFT jauh berbeda dengan hidroponik substrat. Pada hidroponik substrat, tanaman ditumbuhkan di media non tanah, seperti arang sekam, zeolit, batu kerikil. Pada medi inilah akar berkembang. Sementara pada hidroponik NFT, akar tanaman terendam dala air yang mengandung pupuk. Air bersikulasi selama 24 jam terus-menerus. Lapisan air sangat tipis, sekitar 3 mm sehingga mirip film. Oleh karena itu teknik ini disebut NFT (Untung, 2000).
Beberapa kelebihan tanaman dengan sistem hidroponi antara lain: 1) ramah lingkungan, 2) tanaman ini tidak merusak tanah, 3) bisa memeriksa akar tanman secara periodik, 4) pemakaian air lebih efisien, 5) hasil tanaman bisa dimakan secara keseluruhan, 6) lebih hemat, 7) pertumbuhan tanamn lebih cepat. 8) bisa menghemat pemakain pupuk, 9) tidak perlu banyak tenaga kerja, 10) lingkungan kerja lebih bersih, 11) tidak ada masalah hama dan penyakit tanaman (http://sumansutra.wordpress.com, 2010).
Media tanam hidroponik harus memenuhi persyartan sebagai berikut, yaitu: dapat menyerap air, tidak mengubah warna, tidak mudah tidak mempengaruhi Ph air, tidak mudah lapuk dan membusuk. Media tanam kultur hidroponik dapat dibagi menjadi dua, yaitu media tanam anorganik dan organik. Media tanam anorganik contohnya batu apung yang berasal dari larva gunung berapi sifatnya ringan, sukar lapuk dan tidak mempengaruhi Ph. (Verma, 2002).
Cara pemberian pupuk yang umum dilakukan adalah dengan menabur ke tanah atau menyemprotkan ke daun. Akan tetapi, pada hidroponik pupuk diberikan dalam bentuk larutan dan lebih dikenal dengan istilah nutrien. Kandugan unsur hara yang dibutuhkan untuk tanaman hidroponik tidak berbeda dengan tanamn di media tanah (Palungkun, dkk, 1999).
Beberapa hal yang dapat menyebabkan hidroponik gagal dan kurang subur adalah tanamannya belum mengalami adaptasi, terjadi kesalahan dalam melakukan hidroponiknya. Contohnya batu apungnya kurang bersih atau kurang steril dari garam-garam mineral dan pasir (Kaufman, dkk, 1983).
Batu apung putih mempunyai kelebihan yang sama dengan batu apung merah dan masih ada keuntungan lain yaitu madia ini tahan lama dan dapat ditempatkan dimana saja, memiliki ruang pori yang besar sehingga mampu menyimpan cadangan air, selain itu ruang pori yang besar bisa sebagai tempat melekatnya akar (Prihmantoro dan Indriani, 1999).
Bayfolan
Pengertian dari bayfolan adalah pupuk cair yang berbentuk cair yang lengkap sebagai bahan makanan serta follar dan akar, cocok untuk semua jenis tanaman agrikultural dan hortikultural serta tanaman-tanaman hias dan tanaman rumah (http://eapindo.com, 2010).
Bayfolan merupakan pupuk daun lengkap, berbentuk cair, produksi Bayer. Kandungan kadar N 11%, P2O5 10 %, K2O 6 % dan unsure – unsure hara mikro lainnya yang melengkapi yaitu Fe, Mn, Cu, Zn, Co, No. Gelatin serta zat penyangga. Warna cairannya hijau agak kehitam – hitaman. Dianjurkan sebagai konsentrasi normal 0,2 % 200 cc. Bayfolan dilarutkan dalam air / pelarut sebanyak 100 liter. Bayfolan merupakan pupuk cair sebagai bahan makanan secara foliar (daun) dan akar
(Sutejo, 1995).
Bayfolan merupakan campuran makro dan mikro, seperti pupuk Rastika. Sering juga ke dalam campuran makro dan mikro ini ditambahkan zat pengatur tumbuh. Kandungan hara baypfolan antara lain P O , K O, Fe, Mn, Cu, Zn, Na, geltin, zat penyangga, dan sebagainya. Dianjurkan sebagai konsentrasi normal 0,2 % untuk 200 cc bayfolan dilarutkan dalam 0,5 pelarut sebanyak 100 L (Soesono, 1991).
Pupuk daun bayfolan ini juga mengandung antibiotik atau pemusnah kuman serta vitamin yang berfungsi untuk menegatifkan sel-sel yang rusak atau sel-sel yang mati, mendorong pertumbuhan sel-sel baru, merangsang pertumbuhan batang, daun agar lebih menghijau serta agar bunga lebih meningkat (Atjung, 2007).

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggia tempat + 25 meter dari permukaan laut pada tanggal 3 September 2010 pukul 07.30 WIB sampai dengan selesai .
Bahan dan Alat
Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah aglaonema (Aglaonema sp.) sebagai objek percobaan, batu apung sebagai media tanam, bayfolan sebagai pupuk cair yang akan disemprot ke tanaman, label nama sebagai penanda, air sebagai media tanam.
Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini ember sebagai media tanam aglonema, gabus sebagai penyerap air, lidi sebagai media gabus, alat tulis sebagai pencatat data, tipe-x sebagai penanda, pisau dan gunting sebagai alat pemotong, pipa paralon sebagai saluran air, dan penggaris sebagai alat ukur.
Prosedur Percobaan
- Disterilkan batu apung dengan cara direbus dalam air panas selama lebih
kurang 30 menit.
- Disterilkan akar tanaman dari kotoran dan bagian akar yang sudah mati.
- Dimasukkan batu apung lebih kurang bagian ember dan dimasukkan pipa
paralon tegak di tengah pot.
- Dimasukkan tanaman aglaonema dan diisi batu apung lagi hingga tertutup akar
tanamannya.
- Dimasukkan akar gabus yang telah di tusuk lidi pada pipa paralon yang ada di
dalam pot untuk mengetahui ketinggian air.
- Diberi pupuk bayolan setelah seminggu.
- Diamati tanaman pada tiap minggunya.
Hasil
Komoditi : Tanaman Aglaonema (Aglaonema sp.)
No. Tanggal pengamatan Jumlah daun Observasi visual
1 3 september 2010 8 - Terdapat 1 daun yang sedikit layu
- Terdapat 4 tunas dan 7 daun segar
2 10 september 2010 8 - Terdapat 2 daun layu
- Tumbuh 2 tunas
- Terdapat 6 daun segar
3 17 september 2010 7 - Terdapat 6 daun segarTerdapat 1 daunterdapat 6 daun segar mati
- Tumbuh 1 tunas
- Terdapat 7 daun segar
4 24 september 2010 7 - Terdapat 1 daun mati
- Tumbuh 1 daun baru
- Terdapat 6 daun segar
5 1 oktober 2010 6 - Terdapat 1 daun gugur
- Tumbuh 4 tunas
- Terdapat 6 daun segar
6 9 oktober 2010 6 - Terdapat 1 daun gugur
- Terdapat 2 daun baru tumbuh
- Terdapat 4 daun segar
- Tumbuh 3 tunas
7 15 oktober 2010 6 - Terdapat 6 daun segar
- 1 daun gugur
- Tumbuh 4 tunas
8 22 oktober 2010 6 - Terdapat 6 daun segar
9 4 november 2010 6 - Terdapat 6 daun segar
10 8 november 2010 6 - Tumbuh 1 tunas
Pembahasan

Dari percobaan selama lebih 2 bulan didapat bahwa tanaman hidroponik Aglaonema tumbuh dengan baik namun pertumbuhannnya sangat lambat. Hal ini sesuai dengan literatur Subono dan Agus (2005) yang menyatakan bahwa sifat-sifat aglaonema yaitu peka terhadap sinar matahari, cenderung menyukai air, menyukai tempat yang lembab, juga pertumbuhannya lambat.

Dari hasil percobaan selama lebih kurang 2 bulan didapat hasil bahwa tanaman hidroponik tumbuh dengan baik. Pada tanaman aglaonema daun yang ada selalu segar ddan tunas yang ada selalu segar. Hanya saja ada beberapa daun yang berguguran sehingga jumlah daun pada saat awal penanaman berbeda dengan data pengamatan terakhir. Jumlah daun pada saat awal penanaman berjumlah 8 daun dan pada pengamatan terakhir berjumlah 6 daun. Tanaman hidroponik aglaonema diletakkan didalam ruangan yang kurang mendapatkan sinar matahari. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan berkurangnya daun setiap minggu. Tanaman aglaonema dapat tumbuh dengan baik di tempat yang terlindung namun tetap perlu terkena sinar matahari. Hal ini sesuai dengan literatur dari situs http://prosmayanti.com(2010) yang menyatakan behwa tanaman Aglaonema sp dapat tumbuh dengan baik di tempat yang terlindung namun tetap perlu terkena sinar matahari.

Dari hasil percobaan diketahui bahwa banyak keuntungan menggunakan sistem hidroponik antara lain dapat menghemat tempat sesuai untuk di tanam di tempat terbatas , lebih bersih daripada cara bertanam lainnya. Pemakaian pupuk lebih terkontrol, gulma tidak ada dan hama dan penyakit lebih sedikit. Hal ini sesuai dengan literatur dari situs http://sumansutra.wordpress.com (2010) yang menyatakan bahwa beberapa kelebihan tanaman dengan sistem hidroponik antara lain :1) ramah lingkungan, 2) tanaman ini tidak merusak tanah, 3) bisa memeriksa akar tanaman secara periodik, 4) pemakaian air lebih efisien, 5) hasil tanaman bisa dimakan keseluruhan, 6) lebih hemat, 7) pertumbuhan tanaman lebih cepat, 8) bisa menghemat pemakian pupuk, 9) tidak perlu banyak tenaga kerja, 10) lingkungan kerja lebih bersih, 11)tidak ada masalah hama dan penyakit tanaman.

Dari data percobaan didapat bahwa pemberian unsur-unsur hara dengan menggunakan pupuk cair bayfolan dengan disemprotkan atau diberikan ke air agar terserpa oleh akar. Hal ini sesuai dengan literatur http://eapindo.com (2010) yang menyatakan bahwa bayfolan merupakan pupuk cair sebagai bahan makanan secara follar (daun) dan akar.

`Dari hasil percobaan diketahui jumlah daun pada minggu pertama 6, minggu kedua 8 daun, danminggu terakhir 6 minggu. Tanaman menggunakann media tanam batu apung. Batu apung memiliki banyak kelebihan yaitu memiliki ruang pori yang besar sehingga mampu menyimpan cadangan air, selain itu ruang pori yang besar bisa sebagai tempat melekatnya akar. Hal ini sesuai dengan literatur Prihmantoro (1991) yang menyatakan bahwa batu apung mempunyai beberapa kelebihan yaitu media ini tahan lama, dan daun dapat ditempatkan dimana saja.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Pada pengamatan minggu kedua daun masih terlihat segar tetapi ada dua daun yang layu dan tumbuh 2 tunas
2. Pada pengamatan minggu ketiga, terdapat 1 daun yang gugur, tumbuh satu tunas dan masih terdapat 6 daun segar, jumlah daun sudah berkurang dari 8 menjadi 7.
3. Pada pengmatan minggu kelima daun masih terlihat segar namun jumlahnya sudah berkurang dari, karena ada yang layu dan mati
4. Pada pengamatan minggu keenam dan ketujuh jumlah daunnya sama dan tetap yaitu enam, dimana pada minggu keenam terdapat 1 daun segar, 2 daun baru tumbuh, tumbuh 3 tunas, dan terdapat 4 daun segar sedangkan pada minggu ketujuh terdapat enam daun segar, 1 daun gugur dan tumbuh 4 tunnas.
5. Pada pengamatan terakhir tumbuh 6 daun segar dan tumbuh 1 tunas
Saran
Sebaiknya tanaman hidroponik harus rajin dirawat dengan cara pemberian pupuk bayfolan agar tanaman tidak mati dan sebaiknya digunakan batu apung yang benar-benar bersih.
DAFTAR PUSTAKA
Atjung. 2007. Tanaman Hias. CV yadaguna, Jakarta.
Hartus,T. 2002. Berkebun Hidroponik Secara Mudah. Penebar Swadaya, Jakarta.
Hasim,L. 1995. Aneka Permasalahan Tanaman Hias dan Perkecambahannya. Penebar Swadaya, Jakarta.
http://eapindo.com. 2009. Bayfolan. Diakses pada tanggal 1 september 2010.
http://prosmayanti.blogspot.com. 2010. Tanaman Aglaonema. Diakses pada tanggal 1 september 2010.
http://sumansutra.wordpress.com. 2010. Tanaman Hidroponik. Diakses pada tanggal 1 september 2010.
http://tanamanhidroponik.blogspot.com. 2010. Hidroponik. Diakses pada tanggal 1 september 2010.
http://unyitflowers.blogspot.com. 2010. Tanaman Hias. Diakses pada tanggal 1 september 2010.
Kaufman,P.B., T.L. Mellichamp, J.G. Lacy, dan J.D. Lacroix. 1983. Practical Botany. Reston Publishing Company,Virginia.
Lingga,P. 1999. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Penebar Swadaya, Jakarta.
Palungkun,R., Y.H., Indriani, dan Y.E. Widyaastuti.1999. Menghijaukan Ruangan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Prihmantoro,H. dan Y.H. Indriani. 2000. Hidroponik Sayuran Semusim. Penebar Swadaya, Jakarta.
Subono,M. dan A. Andoko. 1998. Meningkatkan kualitas Aglaonema. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Sutioso,Y. 2003. Meramu Pupuk Hidroponik. Penebar Swadaya, Jakarta.
Untung, O. 2000. Hidroponik Sayuran Sistem NFT. Penebar Swadaya, Jakarta.
Verma,S.K. 2002. Plant Physiology. S. Chand & Company LTD, Amerika.
Steenis,Dr.C.G.G.J. 2005. Flora. PT Pradnya pratama, Jakarta

HERBISIDA


Herbisida (dari bahasa Inggris herbicide) adalah senyawa atau material yang disebarkan pada lahan pertanian untuk menekan atau memberantas tumbuhan yang menyebabkan penurunan hasil (gulma). Lahan pertanian biasanya ditanami sejenis atau dua jenis tanaman pertanian. Namun demikian tumbuhan lain juga dapat tumbuh di lahan tersebut. Karena kompetisi dalam mendapatkan hara di tanah, perolehan cahaya matahari, dan atau keluarnya substansi alelopatik, tumbuhan lain ini tidak diinginkan keberadaannya. Herbisida digunakan sebagai salah satu sarana pengendalian tumbuhan "asing" ini (lihat artikel tentang gulma).

Dua tipe herbisida menurut aplikasinya
Terdapat dua tipe herbisida menurut aplikasinya: herbisida pratumbuh (preemergence herbicide) dan herbisida pascatumbuh (postemergence herbicide). Yang pertama disebarkan pada lahan setelah diolah namun sebelum benih ditebar (atau segera setelah benih ditebar). Biasanya herbisida jenis ini bersifat nonselektif, yang berarti membunuh semua tumbuhan yang ada. Yang kedua diberikan setelah benih memunculkan daun pertamanya. Herbisida jenis ini harus selektif, dalam arti tidak mengganggu tumbuhan pokoknya.
Cara kerja herbisida
Pada umumnya herbisida bekerja dengan mengganggu proses anabolisme senyawa penting seperti pati, asam lemak atau asam amino melalui kompetisi dengan senyawa yang "normal" dalam proses tersebut. Herbisida menjadi kompetitor karena memiliki struktur yang mirip dan menjadi kosubstrat yang dikenali oleh enzim yang menjadi sasarannya. Cara kerja lain adalah dengan mengganggu keseimbangan produksi bahan-bahan kimia yang diperlukan tumbuhan.
Pengendalian gulma dewasa ini di Indonesia cukup berkembang disbanding pemanfaatan sumber daya dan eradikasi gulma itu sendiri. Cara pengendalian dapat dilakukan secara fisik (manual, mekanis, pemanfaatan dan kultur teknis), biologi dan kimia (herbisida). Pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida sudah banyak diterapkan di lapangan baik pada budidaya komoditas tanaman perkebunandan industri maupun tanaman pangan, hortikultura dan perairan. Hal ini disebabkan oleh kelangkaan tenaga kerja di tingkat usaha tani, serta banyaknya pilihan herbisida yang efektif dan selektif sebagai haerbisida pra tumbuh dan purna tumbuh sesuai dengan komoditas tanaman yang dibudidayakan (Tjitrosemito, 2004).

Herbisida adalah suatu bahan kimia (pestisida) yang digunakan untuk membunuh atau mencegah pertumbuhan gulma. Cara yang paling efektif untuk menanggulangi gulma ialah menggunakan herbisida dalam kombinasi dengan cara pengendalian lainnya. Keuntungan penggunaan herbisida yaitu: a) Menggunakan herbisida menghemat tenaga. b) Herbisida dapat dapat digunakan dalam lingkungan apapun. Sedangkan kerugian penggunaan herbisida adalah: menggunakan herbisida yang sama terus-menerus mengakibatkan berkembangnya gulma, khususnya jenis tahunan yang sulit dikendalikan dengan herbisida (Sebayang, 2005).

Proses aplikasi herbisida menyangkut berbagai aspek antara lain: 1) Penyediaan larutan yang sesuai. 2) Pembuatan butiran cairan semprot. 3) Gerakan butiran cairan semprot kepada sasaran. 4) Impak butiran pada sasaran (Sukman dan Yakup, 2002).

Di dalam melakukan kalibrasi terdapat tiga faktor penting yang menentukan keberhasilan kalibrasi yakni:
 Ukuran lubang nozel.
-
 Tekanan dalam tangki alat semprot.
-
 Kecepatan pergerakan (berjalan) aplikator.
-
(Anderson, 1977).


BAHAN DAN METODE
Percobaan ini dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada tanggal 18 April 2007 dengan ketinggian tempat 25 m dpl. Percobaan ini menggunakan air sebagai pelarut herbisida, gelas ukur untuk mengukur herbisida yang akan digunakan, ember plastik sebagai tempat menaruh air, glifosat sebagai herbisida yang akan diaplikasikan, dan Knapsock Sprayer sebagai alat semprot. Sebelum mengkalibrasikan air pada pelataran parkir, ditentukan terlebih dahulu volume awal dengan rumus:
Volume yang diaplikasikan = Volume yang diperlukan
Luas areal perlakuan Luas areal yang akan diberi perlakuan


Kemudian ditentukan banyaknya volume semprot yang diperlukan untuk dosis herbisida 2 liter/ha dan 3 liter/ha. Herbisida adalah senyawa atau material yang disebarkan pada lahan pertanian untuk menekan atau memberantas tumbuhan yang menyebabkan penurunan hasil (
gulma). Lahan pertanian biasanya ditanami sejenis atau dua jenis tanaman pertanian. Namun demikian tumbuhan lain juga dapat tumbuh di lahan tersebut. Karena kompetisi dalam mendapatkan hara di tanah, perolehan cahaya matahari, dan atau keluarnya substansi alelopatik, tumbuhan lain ini tidak diinginkan keberadaannya. Herbisida digunakan sebagai salah satu sarana pengendalian tumbuhan “asing” ini (lihat artikel tentang gulma).
Terdapat dua tipe herbisida menurut aplikasinya: herbisida pratumbuh (preemergence herbicide) dan herbisida pascatumbuh (postemergence herbicide). Yang pertama disebarkan pada lahan setelah diolah namun sebelum benih ditebar (atau segera setelah benih ditebar). Biasanya herbisida jenis ini bersifat nonselektif, yang berarti membunuh semua tumbuhan yang ada. Yang kedua diberikan setelah benih memunculkan daun pertamanya. Herbisida jenis ini harus selektif, dalam arti tidak mengganggu tumbuhan pokoknya.
Pada umumnya herbisida bekerja dengan mengganggu proses anabolisme senyawa penting seperti pati, asam lemak atau asam amino melalui kompetisi dengan senyawa yang “normal” dalam proses tersebut. Herbisida menjadi kompetitor karena memiliki struktur yang mirip dan menjadi kosubstrat yang dikenali oleh enzim yang menjadi sasarannya. Cara kerja lain adalah dengan mengganggu keseimbangan produksi bahan-bahan kimia yang diperlukan tumbuhan.
Contoh:
glifosat (dari Monsanto) mengganggu sintesis asam amino aromatik karena berkompetisi dengan fosfoenol piruvat
fosfinositrin mengganggu asimilasi nitrat dan amonium karena menjadi substrat dari enzim glutamin sintase.
Sejumlah produsen herbisida mendanai pembuatan tanaman transgenik yang tahan terhadap herbisida. Dengan demikian penggunaan herbisida dapat diperluas pada tanaman produksi tersebut. Usaha ini dapat menekan biaya produksi dalam pertanian berskala besar dengan mekanisasi. Contoh tanaman tahan herbisida yang telah dikembangkan adalah raps (kanola), jagung, kapas, padi, kentang, kedelai, dan bit gula.


FORMULASI HERBISIDA

1. FormulasiCair
a. EmulsifiableConcentrate (EC): Fusilade25 EC Goal 2E
b. Water Soluble Concentrate (WSC): REFLEX 250 WSC
c. AquaousSolution/-concentrate (AS/AC): Asault250 AS
d. Soluble Liquid (SL): Esamir400 L, Hedonal720 L
e. Fluable/-in Water (F/FW): Gesapax500 FW, Gesaprim50
FW
f. Ultra Low Volume (ULV) 3

2. FormulasiPadat
a. WettablePowder (WP): Afalon50 WP
b. Soluble/-Powder (S/SP): DowponS, Basfapon85 SP
c. Granuler(G): Difenex7 G, Rifit3 G
d. Water Dispersible Granule (WG/WDG)
e. Seed Dressing (SD)/ Seed Treatment (ST)
f. Dust (D): Perigen0,5 D
g. Ready Bait (RB) atauReady Mix Bait (RMB) 4

1.Blanket Spraying
2.Band Spraying
3.Overhead Spraying
4.Directed Spraying
5.Spot Spraying
6.Wiping
7.Injection


CARA APLIKASI5

1.Pre-planting
2.Pre-emergence
3.At-emergence
4.Post-emergence
5.Band pre-emergence
6.Directed pre-emergence


WaktuAplikasi6

1.Sprayer mempunyaitekanansemi otomatis
2.Alatpemercik(nozzle) tipeflat nozzle
3.Jarakantarnozzle setengahlebarsemprot
4.Kedudukannozzle dipertahankantetap
5.Tekanandalamtankidibuattetap
6.Kecepatanjalandiusahakantetap
7.Sprayer dikaliberasikandulu


Syaratagar herbisidayang disemprotkandapattersebarmeratakeseluruhpermukaanlahan7 ��Lebarsemprot1m��Tinggisemprot(t)��BilaTinggisemprotmerupakantabungreaksidenganluasalas 1 cm2Vol. semprotdiA = t cm x 1 cm2 = 1 cm2B = (½t +½t) = 1 cm2C = (¼t + ¾t) = 1 cm2Luaslahan= 10 m2Jumlahsemprot=2 m/0,5m= 4 kali, @ 5 m.Panjangkeseluruhan= 4 x 5 m = 20 mKecepatanjalan(v) =L/W = 20 m/25 detik= 0,8 m/det.1 meterA B Ct½t¾t0,5 mP1P2P32 meter5 meterLEBAR EFEKTIF SEMPROT
8
Contoh:
Dari kaliberasisprayer, dengantekanandalamtangki1,0 kg/cm2, tingginozzle 60 cm dandebit 1200 ml/menit, diperolehlebarsemprot1 m. Biladigunakanherbisidaglifosfat480 g.b.a. isopropilaminaglifosfat/liter sebanyak1,92 kg b.a./ha denganvolume semprot500 l/ha, berapakah:
a.Herbisidadanair yang dibutuhkansetiaphektar?
b.Kecepatanjalanyang harusdilakukanagar dosisherbisidadapatterdistribusimeratakeseluruhpermukaanlahan?
BerdasarSumberTenaga:
1.Sprayer Manual:
a.Hand Pump, Trigerpump
b.Bucket Pump
c.Sprayer gendongotomatis
d.Sprayer gendongsemi otomatis
2.Power Sprayer:
a.Compresion(pneumatic) sprayer (Sprayer punggungbermesin)
b.Mist Blower (mesinpengabut)
c.Gun sprayer
d.Tractor (boom) sprayer (dihubungkandengantraktor)
e.Aircraft sprayer

PROFIL PPKS SUMATERA


PPKS SUMATRA

Profil
Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) merupakan lembaga penelitian yang berdedikasi khusus pada kelapa sawit. Penelitian yang dilakukan PPKS mencakup aspek kultur teknis, pengolahan minyak, permesinan dan sosial ekonomi. PPKS juga secara aktif memberikan layanan teknis pada industri kelapa sawit. Meskipun PPKS adalah lembaga nir laba, PPKS menempatkan diri sebagai bagian dari bisnis sehingga penelitian-penelitiannya berorientasi pada bisnis, baik yang berskala kecil maupun besar.

Pakar
Sebagai lembaga penelitian, PPKS didukung oleh 15 orang Doktor, 12 Magister dan 34 orang sarjana dengan berbagai spesialisasi. Para peneliti membentuk kelompok-kelompok peneliti (kelti) yaitu kelti Pemuliaan Tanaman, kelti Bioteknologi Tanaman, kelti Tanah dan Agronomi, kelti Proteksi Tanaman, kelti Enjinering dan Lingkungan, kelti Pengolahan Hasil dan Mutu dan kelti Sosial Ekonomi.

Reputasi PPKS

Dari sekitar 364 juta tanaman kelapa sawit yang ada di Indonesia, 80% berasal dari hasil penelitian PPKS, PPKS saat ini memberikan jasa rekomendasi pemupukan bagi 350 ribu hektar kebun kelapa sawit dan memberikan jasa studi kelaikan pembangunan kebun bagi 30% kebun yang dibangun pada era 1990 - 1999. PPKS memiliki laboratorium kultur jaringan yang terbesar di dunia


Produk Penelitian PPKS

Bahan Tanaman Unggul
Proteksi Tanaman Secara Hayati
 
364 juta tanaman kelapa sawit unggul hasil penelitian PPKS telah ditanam di seluruh Indonesia. Saat ini, PPKS menyediakan 9 pilihan varietas bahan tanaman kelapa sawit unggul yang dapat disesuaikan dengan kondisi dan jenis lahan.
Program proteksi tanaman sudah berhasil mengisolasi musuh alami Ganoderma boninense jamur yang menyebabkan penyakit membusuk secara mendasar. Jamur tidaklah hanya untuk tujuan pencegahan tetapi juga menyembuhkan pada tahap infeksi tertentu. Penelitian pada bidang ini telah mengenali jamur Cordyceps aff militaris, virus b Nudaurelia merupakan musuh alami ulat bulu.

Produk Pangan dan Non-Pangan

Engineering
PPKS telah menghasilkan teknologi pembuatan minyak makan kaya vitamin A, diperkaya omega-3, baking dan frying shortening, pelumas, biodesel, biolilin dan bioemolien dari minyak sawit.
PPKS telah menciptakan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit (P K S) dan Pabrik minyak goreng supermini, mesin pengempa Tandan Kelapa Sawit (TKS) untuk bahan baku kertas, mesin pengurai serta, mesin perajang TKS, reaktor pengolah limbah cair.

Pemanfaatan Limbah
Teknologi pembuatan kertas dari pulp TKS, pemanfaatan serat untuk polypot, papan partikel, serat berlateks, teknologi pembuatan arang dari cangkang dan TKS, pengurai serat TKS, reaktor pengolah limbah cair, kompos dari TKS dan beberapa produk lainnya.

Produk Pelayanan PPKS
Jasa Kepakaran
Jasa Pelatihan
PPKS memberikan jasa layanan rekomendasi pemupukan, supervisi teknis kebun, pabrik, dan jasa studi kelaikan. PPKS memberikan rekomendasi bagi 400 ribu hektar kebun kelapa sawit dan pada 1990 - 1999 melakukan kajian kelaikan untuk 400 ribu hektar. PPKS juga memberikan masukan bagi kebijakan pengembangan industri kelapa sawit di pemerintah provinsi Sumatera Utara, Jambi, Riau, Bengkulu, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Papua serta pemerintah pusat.
PPKS menyediakan jasa pelatihan dalam segala aspek termasuk perkebunan, industri pengolahan, industri hilir dan keuangan. Pelatihan diberikan oleh peneliti yang qualified dan berpengalaman.Pelatihan dapat dilakukan di PPKS, maupun di perusahaan yang memerlukan. Pelatihan dilakukan secara teori di kelas dan praktek di lapang. PPKS telah berpengalaman melakukan pelatihan bagi pekebun kecil (rakyat), petugas perkebunan besar BUMN dan swasta, petugas di PKS, dan lembaga perbankan.
Jasa Analisis Laboratorium
Jasa Penyediaan Tanaman
PPKS menjual jasa analisis laboratorium untuk sertifikasi mutu minyak, pupuk, limbah cair, tanah, air, bahan penyegar dan pestisida. Laboratorium PPKS dilengkapi dengan peralatan modern dan tenaga yang terampil.
PPKS memiliki 7.000 pohon induk hasil kegiatan pemuliaan. Pohon induk PPKS mampu menghasilkan 50 juta kecambah sawit per tahun apabila seluruhnya diaktifkan. Harga kecambah PPKS bersaing dan penjualannya disertai dengan layanan supervisi teknis pembibitan cuma-cuma bagi pembeli lebih dari 100 ribu kecambah.
Kerjasama Penelitian
PPKS menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga di dalam dan di luar negeri, seperti universitas, PTP Nusantara, dan PT Perkebunan Swasta, BIOTROP, lembaga penelitian lain di bawah LRPI atau Badan Litbang Pertanian, PT. Indofood, ISOPB (International Society of Oil Palm Breeders), ISOPA (International Society of Oil Palm Agronomist), CIRAD (Perancis), Unilever (Inggris), Universitas Gottingen (Jerman) dan Australia untuk penelitian gulma. PPKS membuka diri untuk bekerjasama dengan semua pihak demi kemajuan industri kelapa sawit Indonesia.


Evaluasi Lahan

Tahap awal dari pembukaan perkebunan kelapa sawit adalah melakukan evaluasi lahan. Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan terhadap satuan lahan yang telah ditetapkan berdasarkan hasil survei tanah. Evaluasi kesesuaian lahan didahului oleh kegiatan survei dan pemetaan tanah untuk mendeskripsikan satuan-satuan lahan. Evaluasi kesesuaian lahan didasarkan pada penilaian beberapa karakteristik lahan yang disesuaikan dengan syarat tumbuh tanaman kelapa sawit.

Pembangunan kebun kelapa sawit yang tidak didahului dengan evaluasi kesesuaian lahan akan menimbulkan banyak masalah pada waktu mendatang, khususnya yang berkaitan dengan kultur teknis, sehingga akan meningkatkan biaya pengelolaan kebun. Apabila evaluasi kesesuaian lahan dilakukan, maka berbagai faktor pembatas lahan dapat diatasi secara dini.

Hasil evaluasi kesesuaian lahan bermanfaat dalam pengelolaan kebun kelapa sawit, khususnya untuk mencapai produktivitas tanaman sesuai dengan potensi lahannya.
Pengendalian Hama Tikus dengan Burung Hantu
 

Burung hantu (Tyto alba) merupakan predator tikus yang sangat potensial pada perkebunan kelapa sawit. Predator ini mampu menurunkan serangan tikus pada tanaman muda hingga di bawah 5%. Sementara itu, ambang kritis serangan tikus di perkebunan kelapa sawit sebesar 10%.

Burung hantu mampu bertelur 2-3 kali dalam setahun, kemudian menjadi dewasa setelah berumur 8 bulan. Telur yang dihasilkan bervariasi antara 4–19 butir, bergantung pada ketersediaan makanan. Seekor burung hantu mampu memangsa tikus 2–5 ekor sehari.
Pada umumnya penanggulangan serangan tikus di perkebunan kelapa sawit dilakukan dengan menggunakan racun tikus (rodentisida). Namun cara ini dapat menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan dan dianggap tidak ekonomis.

Penggunaan burung hantu sebagai musuh alami merupakan satu alternatif penanggulangan hama tikus di perkebunan kelapa sawit yang sangat efektif dan efisien. Biaya pengendalian serangan tikus dengan burung hantu hanya berkisar 50% dibandingkan penanggulangan tikus secara kimiawi.

Pengendalian Hayati Ulat Api Menggunakan Entomopatogenik

Pengendalian hayati ulat api Setothosea asigna pada kelapa sawit dilakukan dengan menggunakan mikroorganisme entomopatogenik, yaitu virus ß Nudaurelia, multi plenucleo-polyhedrovirus (MNPV), dan jamur Cordyceps aff. militaris.
 

Mikroorganisme entomopatogenik tersebut merupakan sarana pengendalian hayati yang efektif, efisien, dan aman terhadap lingkungan. Virus ß Nudaurelia dan MNPV efektif mengendalikan ulat, sedangkan jamur Cordyceps aff. militaris efektif untuk kepompong hama tersebut.

Pemanfaatan mikroorganisme entomopatogenik dapat mengurangi atau bahkan menggantikan insektisida kimia sintetis (semua jenis insektisida golongan piretroid sintetis, misalnya Decis 2,5 DC dan Matador 25 EC) dalam pengendalian ulat api di perkebunan kelapa sawit. Penggunaan insektisida kimia sintetis selama ini justru seringkali menyebabkan dampak negatif bagi lingkungan, sehingga permasalahan hama menjadi lebih rumit, seperti munculnya resistensi dan resurgensi hama.

Pengendalian ulat api menggunakan bahan alami terbukti lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan menggunakan insektisida kimia sintetis, dengan biaya pengendalian hanya 7% dari biaya pengendalian secara kimiawi.

Feromon untuk Pengendalian Kumbang Tanduk

Kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros) umumnya menyerang tanaman kelapa sawit muda dan dapat menurunkan produksi tandan buah segar (TBS) pada tahun pertama menghasilkan hingga 69%. Di samping itu, kumbang tanduk juga mematikan tanaman muda sampai 25%.
 
*
Penggunaan feromon sebagai insektisida alami sangat efektif, ramah lingkungan, dan lebih murah dibandingkan teknik pengendalian konvensional. Feromon merupakan bahan yang mengantarkan serangga pada pasangan seksualnya, mangsanya, tanaman inang, dan tempat berkembang biaknya. Komponen utama feromon sintetis kumbang tanduk adalah etil-4 metil oktanoat. Feromon tersebut dikemas dalam kantong plastik.
*
Biaya pemanfaatan feromon hanya 20% dari biaya aplikasi insektisida dan pengutipan kumbang secara manual. Hal itu disebabkan harga feromon yang murah dan cara aplikasi di lapangan tidak banyak membutuhkan tenaga kerja. Harga satu sachet feromon sebesar Rp75.000.

Biofungisida Marfu Pengendali Jamur Ganoderma boninense

* Penyebab busuk pangkal batang (BPB) pada tanaman kelapa sawit adalah Ganoderma boninense yang merupakan jamur tanah hutan hujan tropis. Jamur G. boninense bersifat saprofit (dapat hidup pada sisa tanaman) dan akan berubah menjadi patogenik apabila bertemu dengan akar tanaman kelapa sawit yang tumbuh di dekatnya. Serangan BPB dapat terjadi sejak bibit sampai tanaman tua, tetapi gejala penyakit biasanya baru terlihat setelah bibit ditanam di lapangan.


* Busuk pangkal batang pada tanaman kelapa sawit dapat dikendalikan dengan menggunakan biofungisida Marfu-P. Hasil uji aplikasi Marfu-P menunjukkan bahwa satu bulan setelah perlakuan masih dijumpai adanya Ganoderma dan Trichoderma pada potongan akar yang sama. Ganoderma pada akar kelapa sawit dan pada potongan akar karet sudah melapuk setelah 3 bulan perlakuan Trichoderma
Bahan aktif yang digunakan untuk biofungisida Marfu-P adalah sporakonidia dan klamidospora jamur Trichoderma koningii (isolat MR 14). Harga biofungisida Marfu-P hanya sebesar Rp4.000/kg.
* Biofungisida Marfu-P banyak digunakan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit milik negara dan swasta. Manfaat yang diperoleh dengan adanya aplikasi biofungisida Marfu-P adalah pengendalian BPB bersifat ramah lingkungan, sehingga bahaya pencemaran lingkungan oleh insektisida kimiawi dapat dihindari. 

Tanaman kelapa sawit yang terserang busuk pangkal (Ganodermaboninense) (a), Tanaman kelapa sawit yang teraplikasi denganbiofungisida Marfu-P selama 6 bulan (b).
Aplikasi Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit pada Perkebunan Kelapa Sawit * Limbah cair pabrik kelapa sawit dapat digunakan sebagai pupuk. Aplikasi limbah cair memiliki keuntungan antara lain dapat mengurangi biaya pengolahan limbah cair dan sekaligus berfungsi sebagai sumber hara bagi tanaman kelapa sawit.
Kolam anaerobik primer
Pengaliran limbah cair PKS dengan sistem flatbed
Parit sekunder pada aplikasi limbah cair sistem flatbed


* Kualifikasi
limbah cair yang digunakan mempunyai kandungan BOD 3.500–5.000 mg/l yang berasal dari kolam anaerobik primer.

* Metode aplikasi limbah cair yang umum digunakan adalah sistem flatbed, yaitu dengan mengalirkan limbah melalui pipa ke bak-bak distribusi dan selanjutnya ke parit primer dan sekunder (flatbed). Ukuran flatbed adalah 2,5 m x 1,5 m x 0,25 m. Dosis pengaliran limbah cair adalah 12,6 mm ekuivalen curah hujan (ECH)/ha/bulan atau 126 m3/ha/bulan.

* Kandungan hara pada 1m3 limbah cair setara dengan 1,5 kg urea, 0,3 kg SP-36, 3,0 kg MOP, dan 1,2 kg kieserit. Pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 30 ton/jam akan menghasilkan sekitar 480 m3 limbah cair per hari, sehingga areal yang dapat diaplikasi sekitar 100-120 ha.

* Pembangunan instalasi aplikasi limbah cair membutuhkan biaya yang relatif mahal. Namun investasi ini diikuti dengan peningkatan produksi TBS dan penghematan biaya pupuk sehingga penerimaan juga meningkat. Aplikasi limbah cair 12,6 mm ECH/ha/bulan dapat menghemat biaya pemupukan hingga 46%/ha. Di samping itu, aplikasi limbah cair juga akan mengurangi biaya pengolahan limbah.
Limbah cair pabrik kelapa sawit telah banyak digunakan di perkebunan kelapa sawit baik perkebunan negara maupun perkebunan swasta. Penggunaan limbah cair mampu meningkatkan produksi TBS 16-60%. Limbah cair tidak menimbulkan pengaruh yang buruk terhadap kualitas air tanah di sekitar areal aplikasinya. Pabrik Kelapa Sawit Mini
* Pabrik kelapa sawit (PKS) mini merupakan salah satu teknologi alternatif pengolahan kelapa sawit dengan kapasitas 0,5-1 ton TBS/jam. PKS mini dirancang khusus untuk perkebunan kelapa sawit dengan luas 160-300 ha. PKS mini sangat mudah dioperasikan, hanya memerlukan tenaga kerja 6 orang/shift, menggunakan limbah sawit sebagai bahan bakar, dan hanya memerlukan lahan 2.500 m2.
PKS M-1000 terdiri atas delapan unit peralatan pengolahan, yaitu satu unit boiler yang mampu menghasilkan 600 kg uap/jam dengan tekanan 3 kg/cm, dua unit steriliser, satu unit thresher dengankapasitas 1.000 kg TBS/jam, satu unit double screw press mini, satu unit tangki klarifikasi dengan kapasitas 1.200 liter, satu unit tangki penampung minyak, satu unit deperikarper dengan kapasitas 200 kg biji+serat/jam, serta satu unit nut cracker dengan kapasitas 500 kg biji/jam.
* Dengan biaya investasi PKS M-1000 sebesar Rp1,5 miliar, biaya pengolahan TBS menjadi crude palm oil (CPO) adalah Rp368,23/kg TBS dengan asumsi harga CPO Rp3.150/kg, inti Rp1.675/kg dan harga beli TBS Rp567,4/kg. PKS Mi-1000 secara ekonomis layak diusahakan dengan parameter ekonomi sebagai berikut: IRR= 24,78%; B/C= 1,18; NPV= Rp708.305.000; payback period= 3 tahun.

* Sasaran pengembangan PKS M-1000 adalah kelompok pekebun kecil kelapa sawit swadana, usaha perkebunan besar skala kecil, dan usaha perkebunan skala menengah yang ongkos angkut TBS ke PKS lebih dari Rp75/kg TBS.
* Manfaat yang diperoleh petani kelapa sawit dengan adanya PKS M-1000 adalah petani lebih mudah melakukan pemasaran TBS, harga TBS yang dihasilkan petani menjadi bersaing sehingga pendapatanpetani bertambah. Selain itu, tandang kosong sawit (TKS) yang merupakan limbah padat PKS dapat dimanfaatkan sebagai bahan organik.